Inggris selama puluhan tahun memasarkan dirinya sebagai negara dengan kesempatan yang relatif terbuka. Narasi “kerja keras akan membawamu naik kelas” menjadi fondasi moral dari sistem pendidikan, dunia kerja, dan kebijakan sosialnya. Namun laporan dan perdebatan sosial terbaru menunjukkan bahwa mobilitas sosial di Inggris justru stagnan, bahkan menurun.
Hari ini, peluang hidup seseorang di Inggris masih sangat ditentukan oleh tempat lahir, latar belakang keluarga, dan kondisi ekonomi sejak kecil. Kode pos tempat seseorang tumbuh bisa lebih menentukan masa depannya dibanding bakat atau kerja keras. Bagi generasi muda, terutama Gen Z dan generasi milenial akhir, isu mobilitas sosial bukan sekadar wacana akademik, melainkan realitas yang mereka hadapi setiap hari.
Artikel ini mengulas secara mendalam tantangan mobilitas sosial di Inggris: akar masalahnya, dampaknya bagi generasi muda, kritik terhadap kebijakan pemerintah, serta apa artinya bagi masa depan masyarakat Inggris yang semakin terbelah secara ekonomi dan sosial.
Apa Itu Mobilitas Sosial dan Mengapa Penting?
Mobilitas sosial mengacu pada kemampuan individu atau keluarga untuk berpindah posisi dalam struktur sosial-ekonomi, baik naik maupun turun, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Negara dengan mobilitas sosial tinggi memungkinkan anak dari keluarga berpenghasilan rendah untuk memiliki peluang yang realistis mencapai pendidikan tinggi, pekerjaan layak, dan kehidupan yang stabil.
Di Inggris, mobilitas sosial lama dianggap sebagai salah satu indikator keadilan sosial. Namun dalam beberapa tahun terakhir, banyak laporan menunjukkan bahwa Inggris kini tertinggal dibanding negara Eropa lain dalam hal memberi peluang yang setara bagi semua warganya.
Masalahnya bukan hanya soal ketimpangan kaya-miskin, tetapi tentang terbatasnya jalur untuk keluar dari kondisi sosial ekonomi yang diwariskan sejak lahir.
Fakta Pahit: Mobilitas Sosial Inggris yang Mandek
Berbagai laporan dari lembaga independen menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Anak-anak dari keluarga kelas pekerja di Inggris:
- Lebih kecil kemungkinannya masuk universitas elite
- Lebih sering berakhir di pekerjaan bergaji rendah
- Lebih rentan mengalami pengangguran jangka panjang
Di banyak wilayah bekas industri, seperti Inggris bagian utara dan Midlands, peluang ekonomi jauh lebih sempit dibanding London dan Inggris tenggara. Ketimpangan regional ini memperparah stagnasi mobilitas sosial.
Singkatnya, Inggris bukan kekurangan talenta, tetapi kekurangan jalur yang adil untuk mengembangkan talenta tersebut.
Pendidikan: Gerbang yang Tidak Lagi Setara
Pendidikan seharusnya menjadi mesin utama mobilitas sosial. Namun di Inggris, sistem pendidikan justru sering mereproduksi ketimpangan.
Sekolah dan Ketimpangan Awal
Perbedaan kualitas sekolah sangat mencolok. Sekolah di wilayah makmur memiliki:
- Fasilitas lebih baik
- Guru berpengalaman
- Akses ke kegiatan ekstrakurikuler berkualitas
Sebaliknya, sekolah di daerah miskin sering kekurangan sumber daya. Anak-anak dari keluarga kurang mampu sudah tertinggal sejak usia dini, bahkan sebelum mereka memahami arti kompetisi akademik.
Universitas dan Hambatan Tak Terlihat
Meskipun akses universitas secara angka meningkat, akses ke universitas elite tetap sangat timpang. Biaya hidup, jaringan sosial, dan budaya kampus sering menjadi hambatan tak kasat mata bagi mahasiswa dari latar belakang kelas pekerja.
Banyak mahasiswa generasi pertama di universitas harus bekerja paruh waktu hanya untuk bertahan hidup, sementara rekan-rekan mereka dari keluarga mapan bisa fokus membangun CV dan jaringan profesional.
Dunia Kerja: Meritokrasi yang Setengah Jalan
Inggris sering mengklaim sistem kerjanya meritokratis. Namun realitas menunjukkan cerita berbeda.
Peran Koneksi dan Modal Sosial
Banyak pekerjaan bergengsi di sektor hukum, media, politik, dan keuangan masih sangat bergantung pada:
- Jaringan pribadi
- Magang tidak dibayar
- Rekomendasi informal
Bagi anak muda dari keluarga kelas pekerja, pintu-pintu ini sering tertutup. Mereka tidak punya orang tua dengan koneksi, tidak mampu menjalani magang gratis di London, dan tidak terbiasa dengan budaya elite profesional.
Upah Rendah dan Ketidakpastian
Generasi muda Inggris juga menghadapi pasar kerja yang makin tidak stabil:
- Kontrak jangka pendek
- Gig economy
- Upah stagnan
Bagi mereka yang sudah lahir di posisi sosial bawah, kondisi ini membuat naik kelas terasa hampir mustahil.
Ketimpangan Regional: Inggris yang Terbelah
Salah satu tantangan terbesar mobilitas sosial di Inggris adalah ketimpangan wilayah.
London menawarkan:
- Gaji lebih tinggi
- Akses kerja lebih luas
- Infrastruktur pendidikan dan budaya
Namun biaya hidup di London juga sangat mahal, membuat banyak anak muda dari luar kota tidak mampu pindah dan bertahan.
Di sisi lain, wilayah bekas industri mengalami:
- Minim investasi
- Lapangan kerja terbatas
- Brain drain generasi muda
Akibatnya, tempat lahir menjadi penentu peluang hidup. Ini menciptakan Inggris yang terfragmentasi secara sosial dan ekonomi.
Generasi Muda dan Rasa Frustrasi Kolektif
Bagi Gen Z Inggris, mobilitas sosial bukan lagi janji masa depan, melainkan sumber kecemasan dan kemarahan.
Banyak anak muda merasa:
- Bekerja keras tidak menjamin hidup layak
- Pendidikan tinggi tidak selalu berujung pekerjaan stabil
- Sistem lebih menguntungkan mereka yang sudah di atas
Rasa frustrasi ini tercermin dalam:
- Penurunan kepercayaan terhadap institusi
- Meningkatnya sinisme politik
- Ketertarikan pada narasi perubahan radikal
Mobilitas sosial yang macet bukan hanya isu ekonomi, tetapi juga bom waktu sosial dan politik.
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah
Pemerintah Inggris berkali-kali menyatakan komitmen terhadap mobilitas sosial. Namun kritik utama adalah ketiadaan strategi yang konsisten dan jangka panjang.
Beberapa masalah kebijakan yang sering disorot:
- Pendanaan pendidikan yang tidak merata
- Kurangnya investasi di wilayah tertinggal
- Fokus berlebihan pada retorika ketimbang implementasi
Program mobilitas sosial sering bersifat tambal sulam, tanpa mengatasi akar struktural ketimpangan.
Mobilitas Sosial dan Identitas Kelas
Isu mobilitas sosial juga berkaitan erat dengan identitas kelas di Inggris. Kelas sosial masih sangat terasa dalam:
- Aksen
- Cara berpakaian
- Pilihan kata
- Norma budaya
Banyak anak muda dari kelas pekerja melaporkan tekanan untuk “menyesuaikan diri” ketika masuk dunia profesional, seolah harus meninggalkan identitas asal demi diterima.
Mobilitas sosial di Inggris sering berarti beradaptasi dengan budaya elite, bukan memperluas definisi kesuksesan itu sendiri.
Dampak Jangka Panjang bagi Masyarakat Inggris
Jika mobilitas sosial terus stagnan, dampaknya akan luas:
- Ketimpangan ekonomi makin dalam
- Polarisasi sosial meningkat
- Kepercayaan publik menurun
- Potensi konflik sosial membesar
Masyarakat yang tidak memberi harapan naik kelas berisiko kehilangan kohesi sosial. Ketika generasi muda merasa sistem tidak adil, legitimasi sosial ikut terkikis.
Apakah Ada Harapan?
Meski gambaran saat ini suram, harapan belum sepenuhnya hilang. Beberapa pendekatan yang mulai dibahas:
- Investasi serius di pendidikan usia dini
- Revitalisasi ekonomi regional
- Reformasi rekrutmen berbasis keterampilan, bukan koneksi
- Dukungan nyata bagi pekerja muda
Namun semua ini membutuhkan keberanian politik dan komitmen jangka panjang, bukan solusi instan.
Mobilitas Sosial di Era Baru: Perlu Definisi Ulang?
Sebagian akademisi dan aktivis berpendapat bahwa mobilitas sosial tidak cukup hanya berarti “naik kelas”. Inggris juga perlu:
- Meningkatkan kualitas hidup di semua kelas
- Mengurangi jurang ekstrem antara kaya dan miskin
- Menghargai berbagai bentuk kontribusi sosial
Dengan kata lain, mobilitas sosial harus berjalan seiring dengan keadilan sosial.
Penutup: Inggris di Persimpangan Jalan
Tantangan mobilitas sosial di Inggris adalah cermin dari masalah yang lebih besar: ketimpangan struktural, kebijakan setengah hati, dan perubahan ekonomi global yang cepat. Generasi muda kini berada di persimpangan antara harapan dan kekecewaan.
Jika Inggris ingin mempertahankan citra sebagai negara dengan kesempatan yang adil, maka mobilitas sosial tidak bisa lagi menjadi slogan kosong. Ia harus diwujudkan melalui kebijakan nyata yang menyentuh pendidikan, pekerjaan, dan wilayah yang selama ini tertinggal.
Bagi Gen Z, masa depan mobilitas sosial bukan sekadar soal naik kelas, tetapi soal apakah sistem masih layak dipercaya. Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan arah sosial Inggris dalam dekade mendatang.

